05 Februari 2011

Gaji yang Diterima Tak Manusiawi, 60 Persen PNS Diduga Korup!

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memprediksi dari seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang ada di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4,2 juta, sekitar 60 persen di antaranya menerima gratifikasi dan terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Salah satunya dilakukan melalui penyimpangan uang surat perintah jalan (SPJ).

Hal itu pula yang selama ini menjadi salah satu penyebab indeks prestasi korupsi (IPK) Indonesia di bidang pemberantasan korupsi masih sangat rendah. Dari nilai IPK 1-10, IPK Indonesia hanya 2,8. Dengan nilai IPK yang didapat itu, posisi Indonesia menjadi negara terkorup ketiga dari 170 negara di dunia. Ironisnya lagi, untuk konteks Asia, Indonesia masih menjadi negara terkorup pertama.

Pernyataan tersebut disampaikan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua usai menghadiri Sosialisasi Forum Pakta Integritas (Forpi) Jabar di Gedung Serbaguna, Balai Kota Bandung, Jln. Wastukancana, Rabu (2/2).

Menurut Abdullah, terjadinya gratifikasi serta korupsi dipicu oleh tidak manusiawinya gaji yang diterima PNS. “Kenapa 60 persen, karena gaji PNS bukan kecil, tapi tidak manusiawi,” katanya.

Menurut Abdullah, hal itu terjadi karena adanya kebutuhan. Sebab, gaji yang diterima PNS dengan kebutuhan mereka tidak seimbang. Namun, ketika gaji PNS tidak manusiawi dan PNS tersebut menerima pemberian atas pelayanan terkait pekerjaannya, maka KPK menilainya sebagai sebuah tindakan gratifikasi. Misalnya menerima uang dari masyarakat untuk pelayanan publik, seperti pembuatan KTP.

Jika mendapatkan sesuatu dari masyarakat sebagai “imbalan” atas jasa pelayanan publik, maka PNS yang bersangkutan harus melaporkannya dulu ke KPK. Laporan maksimal dilakukan 30 hari pasca menerima sesuatu, baik berupa uang ataupun barang. “Jadi, ada yang namanya korupsi karena kebutuhan. Kalau PNS 60 persen korupsi karena kebutuhan, itu karena gajinya tidak manusiawi,” ungkap Abdullah.

Dengan kondisi yang ada, Abdullah pun menyatakan KPK sangat mendukung rencana kenaikan gaji bagi PNS. Dengan adanya kenaikan gaji, maka hal itu akan mencegah seseorang atau PNS melakukan tindak pidana korupsi. “Gajinya harus dinaikkan supaya tidak ada peluang untuk korupsi,” terangnya.

Lebih lanjut ia menyatakan, meski gajinya tidak manusiawi, namun PNS diimbau untuk tetap mensyukurinya. Bahkan meskipun gajinya tidak mencukupi, PNS tetap harus bisa memberikan pelayanan terbaik kepada publik. “PNS tetap harus bersyukur karena menerima gaji. Di luar sana masih banyak orang yang tidak memiliki gaji, susah untuk makan, dan lain-lain,” tuturnya.

Dapat sanksi

Disinggung soal sanksi, telah diatur dalam pasal 11 UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bagi PNS atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji yang ada hubungannya dengan kekuasaan atau kewenangan jabatan, maka diancam dengan pidana lima tahun dan atau denda minimal Rp 50 juta, paling tinggi Rp 250 juta.

Di tempat yang sama, Ketua Forum Pakta Integritas Jabar, Dada Rosada menambahkan, sesuai dengan Surat Edaran Menpan RI Nomor SE/06/MPAN/2004 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas, pihaknya bertekad menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, transparan, akuntabel, dipercaya, dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

“Upaya pencegahan korupsi bukan sekadar penting, tapi sudah jadi kebutuhan. Ini bagian dari tugas kepala daerah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih dari KKN, sekaligus upaya peningkatan pelayanan publik,” kata Dada yang juga menjabat sebagai Wali Kota Bandung.

Dijelaskannya, untuk mewujudkan good governance, diperlukan upaya yang sistemik dengan dukungan seluruh komponen bangsa, termasuk kalangan swasta dan masyarakat. Selain itu, perlu juga adanya satu kesatuan sikap perilaku dari setiap individu maupun kelompok, untuk berani mencegah dan tidak melakukan tindak korupsi, satu di antaranya melalui pakta integritas.

Dada menuturkan, pakta integritas yang ditandatangani di atas sehelai kertas bermaterai, merupakan janji moral dan komitmen untuk melaksanakan tugas sesuai kewenangan dan taat asas. “Pakta integritas ini juga untuk mencegah para pimpinan, pejabat, dan aparat melakukan penyimpangan yang menjurus pada tindakan korupsi, seperti mark-up, suap, dan pungutan liar,” tegasnya.

Re-post from: garutkab.go.id

0 komentar:

Posting Komentar