08 Februari 2011

Disuruh Bangun Rusunami.... Eh, Sekarang Malah Disegel

Proyek rusunami di Jakarta (dok detikcom)
Whery Enggo Prayogi - detikFinance
Jakarta - Program rumah susun sederhana milik (rusunami) ternyata masih carut-marut. Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) kini kebingungan saat meminta pertanggung jawaban pemerintah atas program rusunami.

Alih-alih dijanjikan pembangunan bisa dilakukan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB), justru bangunan yang ada disegel, bahkan didenda.

Ketua Umum DPP REI, Teguh Satria, mengungkapkan, saat program rusunami diluncurkan oleh Wakil Presiden RI yang kala itu dijabat Jusuf Kalla dijanjikan adanya keringanan proses perizinan rusunami.

"Pak Wapres bilang, bangun-bangun aja. Setelah dibangun, eh malah disegel. Didenda lagi. Rusunami itu ruwet, kayaknya sudah salah nama memang," kata Teguh saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Selasa (8/2/2011).

"Sekarang mau minta pertanggungjawaban, orangnya sudah jadi ketua PMI (Palang Merah Indonesia)," paparnya.

Seperti diketahui, pembangunan Rumah Susun Hak Milik mengacu pada PMK No.73 tahun 2005. Kala itu, PMK harus segera direvisi karena menjadi penghambat dari pertumbuhan rusunami itu sendiri.

Rusumani dahulu merupakan proyek optimistis pemerintah dalam menyediakan hunian layak kepada masyarakat dengan target 1.000 tower. Melalui Keppres No, 22 Tahun 2006 disebutkan terdapat insentif bagi konsumen, yaitu pemotongan pajak penjualan, subsidi uang muka, serta subsidi selisih bunga.

Untuk pengambang yang ikut dalam pembangunan rusunami, akan diberi insentif pemotongan PPh. Namun sesuai dengan aturan yang berlaku, Kredit Pemilikan Apartemen bersubsidi justru baru bisa dilaksanakan saat topping off satu tower rampung dikerjakan. Masyarakat dengan batas penghasilan Rp 4,5 juta per bulan akhirnya menunggu bangunan selesai untuk menikmati ragam insentif dalam KPA subsidi ini.

Sejak tahun 2009 pun, pengembang banyak yang mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam program rusunami. Banyak kasus penyegelan proyek rusunami di Jakarta.

Ini tentu membingungkan pengembang. Kerugian pun semakin bertambah, saat mereka diwajibkan membayar denda. Padahal sebelumnya pengembang telah mengkalkulasi kerugian, saat pencairan dana subsidi dari pemerintah berjalan lamban.

(wep/qom)
Re-post from: detikfinance.com

0 komentar:

Posting Komentar