20 Januari 2011

Wajib Sekolah MDTA Masih Terkendala Biaya

PURWAKARTA, (PRLM).- Orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya ke Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) teracam mendapatkan sanksi hukum dan denda Rp 1 juta. Hal itu tercantum pada Bab sanksi Perda Nomor 24 Tahun 2009 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA). Namun demikian, kebijakan tersebut belum bisa dilaksanakan sepenuhnya karena kendala biaya yang harus dikeluarkan orang tua yang akan menyekolahkan anaknya ke MDTA.

Ketua Fraksi PKB DPRD Purwakarta Hidayat kepada "PRLM", Kamis (20/1) mengakui pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) No 24 Tahun 2009 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA), belum sepenuhnya bisa diterapkan di masyarakat. Pasalnya di lapangan ditemukan sebagian masyarakat keberatan terhadap biaya ke sekolah MDTA. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan ke arah tersebut.

"Keharusan siswa mengantongi sertifikat MDTA sebagai salah satu syarat melanjutkan ke tingkat SMP masih menjadi kendala. Kalau bagi orang yang mampu bukan persoalan. Tapi bagi kami cukup memberatkan, karena tentunya harus mengeluarkan uang," kata seorang orang tua.

Keharusan siswa mengantongi sertifikat ini sudah berlakukan setelah Perda MDTA Kab Purwakarta diundangkan. Sayangnya, warga mengaku kewajiban seorang siswa memiliki sertifikat, diatur juga sangsi atau denda sebesar 1 juta rupiah belum banyak diketahui warga. "Masa, ada sangsi. Jadi, kita harus membayar denda gara-gara kita sendiri sebenarnya sulit menyekolahkan anaknya," katanya.

Untuk diketahui, terbitnya Perda No 24 Tahun 2009 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) pada pasal 20 tercantum kewajiban setiap anak usia didik beragama Islam yang terdaftar di lembaga formal sekolah dasar.

Hidayat menambahkan, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan menggratiskan wajib MDTA bagi sekolah dasar. Pasalnya, selain cukup mumpuni, kebijakan pemerintah dengan memberikan perhatian terhadap 22 ribu pekerja sosial, bisa diselaraskan dengan diundangkannya perda tersebut.
"Di antara pekerja sosial itu kan terdapat guru ngaji yang bisa diberdayakan. Maka saya setuju, sekaligus mendorong bila wajib belajar MDTA perlu di gratiskan,"ujarnya baru-baru ini.

Meskidemikian, penggratisan yang dimaksud itu bisa ditinjau ulang dengan melihat setiap kondisi ekonomi keluarga siswa. "Artinya, yang merasa mampu tetap harus dipungut biaya. Sebab aneh saja jika seorang anak pejabat harus digratiskan," ucapnya.(A-86/A-147)***

Sumber: Pikiran Rakyat Online

0 komentar:

Posting Komentar