26 Januari 2011

Aceng Siap Menghadap DPRD

Bupati Garut Aceng HM Fikri menyatakan siap untuk memenuhi panggilan DPRD Jabar terkait polemik Sekretaris Daerah (Sekda) Garut yang hingga kini masih dipersoalkan.

“Silakan saja kalau dewan provinsi mau memanggil,saya siap.Saya sudah mengajukan tiga nama ke provinsi. Dengan demikian, saya sudah menempuh proses yang telah ditentukan,” katanya Aceng kemarin. Aceng mengaku kekisruhan jabatan sekda pada akhirnya berdampak pada lambannya pelayanan publik di lingkungan Pemkab Garut. Terhambatnya pelayanan publik ini,kata dia,setidaknya tercermin dari penyusunan APBD dan pelaksanaan reformasi birokrasi.

“Kondisi ini memang sangat berat bagi saya, tapi bagaimanapun kondisinya, saya pastikan roda pemerintahan harus tetap berjalan. Sesuai dengan peraturan, saya sudah ajukan tiga nama calon sekda ke gubernur,”ungkapnya. Dia menyebutkan, tiga nama yang diusulkan kepada Gubernur Jabar adalah Iman Ali Rahman (Kepala Inspektorat), Hermanto (Kepala Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan), serta Indriana Soemarto (Kepala Dinas Perkebunan).

Polemik Sekda Garut yang terus terjadi merupakan kekisruhan terhadap penetapan Hilman Fardiz yang masih menjabat. Sementara di satu sisi,status PNS Hilman telah habis. Sekjen Masyarakat Peduli Anggaran Garut (Mapag) Edi Surahman mengatakan,sikap Bupati Garut untuk tetap meminta penggantian sekda dan tidak memperpanjang batas usia pensiun adalah dibenarkan menurut peraturan perundang- undangan.

Dia menilai, ketidaksepahaman Pemprov Jabar dengan Pemkab Garut karena keduanya tidak mengkaji secara komprehensif aturan perundang-undangan mengenai masalah pengangkatan atau pemberhentian sekda. “Keduanya tidak mendalami masalah pengangkatan dan pemberhentian sekda. Batas usia pensiun PNS juga tidak sama.Kami melihat dalam hal ini justru gubernur tidak mempertimbangkan kewenangan bupati dalam menetapkan batas usia pensiun.

Padahal, pada surat Bupati Garut tertanggal 21 Oktober 2010,disebutkan bahwa H Hilman Faridz akan memasuki masa pensiun. Hanya, sangat disayangkan dalam surat tersebut tidak mencantumkan Perbup No. 171/2010 sebagai dasar pengambilan kebijakan tidak diperpanjangnya masa pensiun yang bersangkutan,”paparnya. Edi menambahkan, Mapag memandang justru sebenarnya gubernurlah yang tidak menghormati kebijakan yang telah dibuat Bupati Garut.

Pasalnya, langkah bupati dianggap telah sesuai dengan kewenangannya sebagai pembina PNS. “Seperti diatur dalam UU No 8 Tahun 1974 yang telah diubah menjadi UU No 43 Tahun 1999,PP No 9 Tahun 2003, dan PP No 63 Tahun 2009 serta Permendagri No 5 Tahun 2005, yang merepresentasikan perspektif tata kelola kepegawaian. UU dan PP itu menjelaskan bahwa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS, termasuk penetapan batas usia pensiun, adalah wewenang presiden.

Namun, untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai negeri sipil, presiden juga dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah.

Artinya, bupati memiliki kewenangan dalam menetapkan batas usia pensiun PNS, khususnya untuk eselon II ke atas. Hal ini ditandai dengan terbitnya Perbup No 380 Tahun 2008,yang kemudian dicabut oleh Perbub No 171 Tahun 2010,”pungkasnya.

Re-post from : garutkab.go.id

0 komentar:

Posting Komentar